Ontwerp Ordonnantie Perkawinan Boemipoetra berisi tentang pemberian kesempatan kepada seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membuat sebuah perjanjian dalam ikatan perkawinan mereka. Perjanjian itu mengharuskan seorang laki-laki menyatakan terikat kepada satu pasangan putri, tidak boleh beristri lebih dari seorang perempuan.i
Dalam ordonansi tersebut juga diatur tentang sah dan tidaknya sebuah perceraian harus diputuskan oleh hakim landraad. Apabila perceraian yang dilakukan tidak diajukan ke pengadilan dan mendapat keputusan hakim landraad maka perceraian tidak terjadi dan tidak sah sesuai peraturan perundang-undangan yang akan diberlakukan tersebut.ii
Ordonansi ini pada masa itu memang sengaja dikirim dan dibagi-bagikan kepada perkumpulan-perkumpulan (organisasi) Islam oleh pemerintah kolonial untuk dibahas dan didiskusikan bersama. Apabila umat Islam tidak menyetujui rancangan undang-undang ini maka tidak akan dimajukan (diusulkan) oleh pemerintah kolonial, namun apabila rancangan undang-undang ini akan dilaksanakan maka perintah pelaksanaannya akan melalui lembaga Volksraad.iii
Rancangan undang-undang anti poligami yang diusulkan pemerintah kolonial sebetulnya juga merupakan keinginan sebagian gerakan perempuan (gerakan feminis) di Hindia Belanda,iv bahkan juga keinginan dari beberapa gerakan perempuan Islam sebagai upaya menolak dari situasai perempuan dimadu yang akan membuat ketidak harmonisan rumah tangga.v
Sebetulnya rancangan undang-undang ini disosialisasikan oleh pemerintah kolonial bersamaan dengan pemindahan kekuasaan Raad Agama Islam ke Landraad dalam hal penetapan ahli waris dan pembagian waris. Kedua hal tersebut menimbulkan keprihatinan masyarakat Islam Indonesia umumnya dan khususnya warga NU sehingga selalu menjadi perbincangan-perbincangan hangat menjurus protes dalam pertemuan-pertemuan pengurus NU. Untuk pemindahan kekuasaan Raad Agama Islam ke Landraad sudah mulai berlaku sejak 1 April 1937, dan dilaporkan bahwa keputusan-keputusan landraad mengenai persoalan waris tidak berdasarkan kepada syariat Islam.
No comments:
Post a Comment